Menurut riwayat, Rasulullah Muhammad SAW hanya mencium tangan 2 manusia saja, yaitu putri Beliau Fatimah Az Zahra dan seorang tukang batu. Lalu apa istimewanya si tukang batu tersebut hingga Manusia Paling Terpuji dan Nabi Akhir Zaman mencium tangannya?
Diriwayatkan, sepulangnya dari Tabuk setelah peperangan dengan bangsa Romawi, Rasulullah dan rombongan berhenti sejenak di salah sudut jalan yang mengarah ke Madinah. Rasulullah Muhammad SAW tampak menghampiri seorang tukang batu.
Rasulullah yang sangat memperhatikan umatnya tersebut tampak memperhatikan tangan si tukang batu tersebut. Tangan si tukang batu itu tampak melepuh, kulitnya legam merah kehitaman karena terpanggang sinar matahari yang panas.
Lantas Rasulullah bertanya kepada si tukang batu, “Kenapa dengan tanganmu?”
Si tukang batu segera menjawab pertanyaan Manusia Agung yang ada di hadapannya. “Wahai Rasulullah, saya bekerja membelah batu setiap harinya. Batu-batu itu kemudian saya jual ke pasar, uangnya saya gunakan untuk memberi nafkah keluarga saya. Karena itulah tangan saya kasar dan melepuh seperti ini.”
Dalam sekejap, Rasulullah meraih tangan kasar si tukang batu tersebut dan menciumnya. Kemudian Beliau bersabda, “inilah tangan yang tidak akan pernah disentuh oleh api neraka selama-lamanya”.
Rasulullah Muhammad SAW ingin memberi pengajaran, bahwa jika hamba Allah bekerja keras untuk menghidupi istri dan anak-anaknya dan tidak mengharapkan hal yang lain selain keridhaan Allah SWT, maka hamba tersebut digolongkan sedang berjihad Fi Sabilillah.
Rasulullah sangat prihatin dengan para pemalas. Mereka yang pasif dan malas menjemput rezeki dari Tuhannya sesungguhnya tidak menyadari bahwa mereka telah kehilangan sebagian dari harga dirinya, yang lebih jauh mengakibatkan kehidupannya menjadi mundur. Berikut beberapa ayat dan hadits tentang keutamaan bekerja :
”Maka apabila telah dilaksanakan shalat, bertebaranlah kam di muka bumi dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung”. (QS. Al-Jumu’ah 10)
”Dan Allah menjadikan bumi untukmu sebagai hamparan, supaya kamu menjalani jalan-jalan yang luas di bumi ini”. (QS Nuh 19-20)
”Siapa saja pada malam hari bersusah payah dalam mencari rejeki yang halal, malam itu ia diampuni”. (HR. Ibnu Asakir dari Anas)
”Siapa saja pada sore hari bersusah payah dalam bekerja, maka sore itu ia diampuni”. (HR. Thabrani dan lbnu Abbas)
”Tidak ada yang lebih baik bagi seseorang yang makan sesuatu makanan, selain makanan dari hasil usahanya. Dan sesungguhnya Nabiyullah Daud, selalu makan dan hasil usahanya”. (HR. Bukhari)
”Sesungguhnya di antara dosa-dosa itu, ada yang tidak dapat terhapus dengan puasa dan shalat”. Maka para sahabat pun bertanya: “Apakah yang dapat menghapusnya, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: ”Bersusah payah dalam mencari nafkah.” (HR. Bukhari)
”Barangsiapa yang bekerja keras mencari nafkah untuk keluarganya, maka sama dengan pejuang dijaIan Allah ‘Azza Wa Jalla”. (HR. Ahmad)
Suatu ketika seorang laki-laki melintas di hadapan Rasulullah. Orang itu di kenal sebagai pekerja yang giat dan tangkas. Para sahabat kemudian berkata, “Wahai Rasulullah, andai bekerja seperti dilakukan orang itu dapat digolongkan jihad di jalan Allah (Fi sabilillah), maka alangkah baiknya.” Mendengar itu Rasul pun menjawab, “Kalau ia bekerja untuk menghidupi anak-anaknya yang masih kecil, maka itu fi sabilillah; kalau ia bekerja untuk menghidupi kedua orang tuanya yang sudah lanjut usia, maka itu fi sabilillah; kalau ia bekerja untuk kepentingan dirinya sendiri agar tidak meminta-minta, maka itu fi sabilillah.” (HR Thabrani)
Mahasiswi yang Rela Jadi Pemulung Demi Keluarga dan Biaya Kuliah
Ini adalah kisah nyata tentang mahasiswi yang rela manjadi pemulung demi menghidupi ekonomi keluarga dan membiayai kuliahnya. Ming Ming nama mahasiswi tersebut, pada hari itu Ia mengenakan gamis hijau dengan jilbab krem yang lebar menutupi hampir separuh badannya serta menenteng tas hitam. Ia hendak mengikuti perkuliahan di Universitas Pamulang (UNPAM), Tangerang.
Ming Ming adalah mahasiswi pada jurusan
Akuntansi di kampusnya. Ia termasuk salah mahasiswa terpandai di
kelasnya. Berikut alasannya untuk tidak membuang-buang waktu bahkan saat
perkuliahan telah usai.
“Ilmu sangat penting. Dengan Ilmu saya bisa memimpin diri saya. Dengan ilmu saya bisa memimpin keluarga. Dengan ilmu saya bisa memimpin bangsa. Dan dengan ilmu saya bisa memimpin dunia.” Itu asalan Ming Ming kenapa saat istirahat dia lebih senang ke perpustakaan daripada tempat lain.
Ming Ming juga rajin mengikuti kegiatan
rutin pengajian bersama yang merupakan salah satu unit kegiatan
mahasiswa (UKM) di kampusnya. Usai menyelesaikan kegiatan belajar dan
pengajian, Ia pun pulang, dengan berjalan kaki. Sambil berjalan itulah,
Ming Ming memunguti dan mengumpulkan kemasan plastik bekas minuman yang
ditemuinya.
Sepanjang perjalanan yang kurang lebih
10 km tersebut, Ming Ming bisa memperoleh banyak kemasan plastik bekas
minuman yang ditampung menggunakan karung yang dipanggul di pundaknya.
Tanpa malu meski berstatus sebagai mahasiswa, Ia tetap rajin memulung
sampah plastik bekas minuman.
Setelah karung yang di tentengnya sudah
penuh dengan kemasan plastik bekas minuman, Ming Ming pulang ke rumah
dengan menumpang truk. Ia sudah dikenal baik oleh para sopir truk yang
ditumpanginya. Ming Ming menumpang truk di bak belakang. Dengan
tangkasnya, Ia naik ke bak belakang truk melewati sisi samping truk yang
cukup tinggi itu.
Rumah Ming Ming cukup jauh dari kampus.
Lokasinya di Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor. Di rumah sederhana yang
merupakan pinjaman dari saudara tersebut Ming Ming da tinggal bersama
ibu dan 6 orang adiknya yang masih kecil-kecil.
Ming Ming sekeluarga adalah pemulung.
Seluruh anggota keluarganya memunguti sampah plastik bekas minuman,
membawanya pulang untuk di bersihkan lalu dijual kembali. Dari pekerjaan
inilah, Ia dan keluarganya mencukupi kebutuhan ekonomi keluarga dan
juga membiayai kuliahnya.
Zhang Qianqian
Adalah Zhang Qianqian, gadis 12 tahun asal Kota Guizou ini , mendapat pujian sebagai “gadis kelahiran 1990-an paling bijaksana.” Foto di atas adalah kegiatannya sehari-hari, menarik gerobak sebagai pengirim batu bata.
Zhang bekerja sedikitnya 12 jam dalam
sehari di tempat pembuatan batu bata di Kota Guizou. Ia melakukan
pekerjaan sebagai penarik gerobak dengan muatan batu bata itu selama
liburan musim panas. Anak seusia Zhang bekerja selama liburan musim
panas adalah hal biasa di daerahnya. Yang luar biasa, Zhang bekerja
sambil mengasuh adik perempuanya serta dua saudara kembarnya yang masih
kecil-kecil.
Kisah Zhang ini seperti membenarkan pepatah China kuno: “Anak-anak keluarga miskin menjadi penyambung hidup sejak dini.”
Beberapa netizen menanggapi foto Zhang
tersebut, salah satu diantaranya mengungkapkan sebagai berikut “Hidup
tidaklah mudah. Sama seperti gadis muda itu, ia tidak dapat menikmati
liburan musim panasnya, karena harus bekerja keras untuk mengurangi
beban orang tuanya.”
Simpati dan empati kepada Zhang mengalir deras. Seseorang menuliskan,
“Betapa pahitnya! Saya tidak dapat membantu, air mata terasa menetes
setiap memandang foto tersebut. Itu mengingatkan saya pada masa
kanak-kanak saya di pedesaan”.Penulis artikel yang menautkan foto Zhang
tersebut memberi informasi bahwa foto tersebut diambil pada sebuah
tempat pembuatan batu bata di bagian selatan Provinsi Jiangsu. Para
pekerja disana memulai aktivitasnya dari pukul 6 pagi dan berakhir pada
pukul 6 sore dengan istirahat siang yang sangat singkat.
Zhang dan para penarik gerobak dengan muatan batu bata lainnya di beri upah sekitar 30 yuan (kira-kira Rp. 50 ribu) per-hari.
Sementara Zhang bolak-balik menarik
gerobak, mengisi muatan dan menurunkan muatannya, adik-adiknya di
biarkannya bermain di sekitar tempat pembuatan batu bata tersebut. Ia
terus memperhatikan dan mengawasi adik-adiknya tersebut.Kisah Pauziah yang Hampir 100 Kali Diamputasi Namun Tetap Giat Bekerja
Pauziah yang tidak menyerah pada penyakit yang membuat anggota badannya harus diamputasi sedikit demi sedikit tersebut memberi inspirasi semangat luar biasa bagi orang lain dengan anggota tubuh yang lengkap.Meski tidak lagi memiliki kaki dan beberapa jari tangannya juga sudah diamputasi, Pauziah yang sudah berumur lebih dari setengah abad tetap bekerja dengan menjual nasi lemak dengan mengendarai motor.
“Tulang saya membusuk setiap hari dan sudah hampir 100 kali anggota badan saya dipotong sedikit demi sedikit,” ucap Pauziah.Pauziah bahkan mengibaratkan dirinya sepertinya kayu yang semakin hari semakin rapuh dan busuk karena digerogoti oleh rayap. Semua bagian tubuhnya yang memiliki tulang seperti tinggal menghitung hari untuk Ia ikhlaskan dipotong demi tetap hidup.
Pauziah yang tinggal bersama anak dari saudaranya tersebut tidak pernah mau menyerah pada penyakit dan bentuk fisiknya yang tidak lagi lengkap seperti manusia normal pada umumnya.
“Tapi saya tidak mau menyerah kalah. Selagi saya masih mampu saya akan bekerja untuk meneruskan hidup dan tidak akan menyusahkan orang lain,” ucap wanita perkasa yang tinggal di Kampung Pertama, Malaysia tersebut.
Kisah Nenek 109 Tahun yang Menjual Kacang di Stasiun Tugu Yogya Demi Sesuap Nasi
Dia adalah Mbah Tumirah. Yang mengejutkan adalah pengakuannya bahwa usianya sudah lebih dari se-abad! Tepatnya 109 tahun. Mbah Tumirah tinggal di Sosrowijayan, Gedongtengen, Kota Yogyakarta. Dengan bersandar di pilar parkiran motor di Stasiun Tugu Yogyakarta, Mbah Tumirah tersebut menjajakan kacang rebus sejak pukul 06.00 pagi. Siang itu matahari begitu terik, namun tubuh rentanya tak beranjak dari tempatnya bersandar menunggu pembeli. Orang banyak yang berlalu lalang seperti tak menggubris keberadaannya.Saat pagi masih sejuk, Mbah Tumirah diantar cucunya ke Stasiun Tugu Yogyakarta dengan menggunakaan becak. Dibantunya cucunya tersebut, sebuah bakul berisi kacang rebus siap jual diturunkan. Bakul tersebut yang akan menemani Mbah Tumirah hingga sore menjelang.
“Saya enggak mau merepotkan orang, kalau masih bisa cari makan sendiri ya lebih baik berusaha,” katanya saat ditemui merdeka.com, Sabtu (16/5) siang.Siang itu, belum ada satu pun pembeli yang menghampirinya. Mbah Tumirah memberi banderol 5 ribu rupiah per bungkus kacang yang dijualnya. Laku atau tidak kacang yang dijualnya hari itu, Ia akan tetap akan pulang saat menjelang Maghrib dijemput cucunya.
Penghasilan Mbah Tumirah dari berjualan kacang rebus tidak menentu. Jika saat sedang sepi, seringkali Ia hanya mampu menjual beberapa bungkus saja. Namun yang sedikit itu selalu Ia syukuri, menurutnya setiap rezeki dari Gusti Allah akan selalu mendatangkan keberkahan.
“Sehari dapatnya berapa? Ya cukup untuk makan, kalau kurang dicukup-cukupkan. Ngucap syukur, berapa saja yang laku itu rejeki dari Allah,” ungkapnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar